"Kami telah mendengar banyak hal, tapi kami tidak khawatir. Secara pribadi, saya merasa sedih bahwa bukan sebuah kemustahilan bagi semua orang untuk hidup bersama dalam harmoni. Karena saya merasa setiap orang ingin hidup secara harmoni," ucap Tuchel, dikutip
AFP, Rabu (28/10).
"Itulah kenapa saya merasa sedikit sedih, tapi tidak khawatir. Saya harap tidak ada
overlapping antara olahraga dengan politik," tambahnya.
Pernyataan Tuchel ini tentu tak lepas dari calon lawan yang akan dihadapi Neymar cs di matchday 2 Liga Champions, Kamis dinihari nanti (29/10). PSG dijadwalkan bertamu ke kandang jawara Turki, Istanbul Basaksehir di Grup H.
Laga ini bakal memberi beban berat bagi skuat PSG. Sebab, pada matchday 1, mereka harus mengalami kekalahan tipis 1-2 dari Manchester United.
Terkait dengan kondisi panas antara pemerintah Prancis dan Turki, Tuchel pun berharap skuatnya bisa tetap fokus ke pertandingan. Sehingga PSG bisa meraih poin pertamanya di Liga Champions musim ini.
Senada dengan Tuchel, bek PSG Presnel Kimpembe mengatakan, isu panas yang melibatkan pemerintahan kedua negara bukanlah urusan mereka.
"Kami adalah sebuah tim sepak bola. Sepanjang UEFA mengizinkan kami bermain di sini (Turki), kami akan bertanding dan kemudian kembali ke rumah. Apa yang terjadi dalam politik, bukan tanggung jawab kami," tegas Kimpembe.
Seperti diketahui, hubungan diplomatik antara Turki dan Prancis tengah memanas. Pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang dianggap telah melecehkan umat muslim dibalas keras oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Erdogan pun meminta seluruh warga Turki untuk memboikot seluruh produk Prancis yang ada di negara mereka.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.