Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pencarian Tukang Es Balok Di Balik Sukses Kiper Legendaris PSMS Ronny Pasla

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Rabu, 14 April 2021, 15:51 WIB
Pencarian Tukang Es Balok Di Balik Sukses Kiper Legendaris PSMS Ronny Pasla
Ronny Pasla (kiper) bersama pemain PSMS 1971/Ist
rmol news logo Bagi pencinta PSMS Medan, nama Ronny Pasla tentu tidak asing lagi. Pun bagi pecinta sepak bola di Indonesia tempo doeloe.

Pada era 60-an hingga 70-an, Ronny Pasla adalah sosok penting dalam sejarah prestasi sepak bola PSMS juga Tim Nasional sepak bola Indonesia.

Pemerhati dan pecinta PSMS, Indra Effendi Rangkuti, membeberkan sejarah dari Ronny Pasla kepada Kantor Berita RMOLSumut.

Dituturkan Indra, Ronny Pasla merupakan pemain berdarah Manado yang lahir di Medan pada 15 April 1947. Dia berkiprah sebagai kiper Timnas Indonesia antara 1966 sampai 1985.

Menariknya, putra dari Felix Pasla ini awalnya menekuni olahraga tenis. Pada PON 1965, Ronny Pasla bahkan terdaftar untuk memperkuat tim Tenis Sumut. Namun PON ini urung dilaksanakan karena peristiwa G-30 S/PKI.

Gagal tampil di PON, ia sempat meraih juara pada Kejuaraan Tenis Nasional Tingkat Junior di Malang, 1967. Namun sang ayah, Felix Pasla, menyarankannya untuk beralih ke sepak bola karena melihat postur Ronny yang bertinggi 184 cm dan berat 79 kg sangat cocok untuk menjadi kiper.

Bakat Ronny juga dilirik oleh Zulkarnaen Nasution, pelatih klub anggota PSMS, Dinamo. Penampilannya yang gemilang di bawah mistar kemudian dilihat oleh pelatih PSMS Jr Ramli Yatim dan kemudian mempersiapkannya untuk ikut Suratin Cup 1967. Singkat cerita, Ronny pun tampil mengawal gawang PSMS Jr di Suratin Cup 1967.

Ternyata pilihan Ramli Yatim tidak salah. Ronny tampil prima hingga akhirnya sukses membawa PSMS Jr juara Suratin Cup 1967.

"PSMS Jr di Suratin Cup 1967 ini kelak dikemudian hari sukses melahirkan bintang-bintang legendaris PSMS, antara lain Ronny Pasla, Sarman Panggabean, Tumsila, Wibisono, Nobon, dll," kata Indra, Rabu (14/4).

Penampilan gemilang PSMS Jr di Suratin Cup 1967 membuat beberapa pemainnya seperti Ronny Pasla, Tumsila, Sarman Panggabean dan Wibisono ditarik memperkuat PSMS yang akan berlaga di putaran final Kejurnas PSSI 1967.

Kebetulan, di tim ini Yusuf Siregar menjadi pelatih didampingi oleh Ramli Yatim. Perpaduan bintang-bintang muda dengan para pemain senior seperti Yuswardi, Sukiman, Muslim, Sunarto, Ipong Silalahi, Zulkarnaen Pasaribu, Zulham Yahya, membuat PSMS menjadi lebih solid.

Dan ternyata Ronny Pasla tidak canggung ketika dipercaya untuk menjadi kiper utama PSMS di putaran final hingga akhirnya sukses membawa PSMS juara Kejurnas PSSI untuk pertama kalinya pada 1967. Di final, PSMS mengalahkan Persib 2-0 lewat gol yang dicetak A Rahim dan Zulkarnaen Pasaribu.

"Yang unik pada final ini Ronny Pasla berhadapan dengan kiper Persib yang dikaguminya, Jus Etek," ujar Indra.

Keberhasilan menjuarai Kejurnas PSSI 1967 ini membuat PSMS mewakili Indonesia di Aga Khan Gold Cup 1967 di Bangladesh. Dan lagi-lagi Ronny Pasla sukses menabalkan dirinya sebagai salah satu kiper terbaik Indonesia dan Asia setelah membawa PSMS juara Aga Khan Gold Cup 1967. Di final Tim Ayam Kinantan mengalahkan tuan rumah Mohammaden 2-0 lewat gol-gol yang dicetak melalui sundulan Tumsila.

Usai turnamen ini Ronny Pasla pindah ke klub anggota PSMS lainnya, Bintang Utara. Di klub inilah kemampuan Ronny makin mumpuni mengawal gawang, hingga akhirnya ia dipanggil memperkuat Timnas Indonesia dan bersaing sehat dengan Judo Hadianto.

Selama berkiprah di PSMS, Ronny Pasla dan rekan-rekannya meraih prestasi sebagai juara Piala Suratin (1967), Kejurnas PSSI (1967, 1969, dan 1971), Aga Khan Gold Cup (1967), Soeharto Cup 1972, Marah Halim Cup 1972 dan 1973, dan Semifinalis AFC Champions Cup 1970. Ronny Pasla juga turut membawa Tim Sumut merebut emas PON 1969 di Surabaya setelah di final mengalahkan DKI Jakarta.

Saat berjiprah sebagai penjaga gawang andalan Tim Nasional Indonesia, Ronny juga meraih prestasi sebagai juara King's Cup di Thailand (1968), Merdeka Games (1969), Pesta Sukan Singapura (1972), Djakarta Anniversary Cup 1972.

Ronny Pasla bahkan nyaris membawa Timnas Indonesia lolos ke Olimpiade 1976. Sayang di partai akhir PPD 1976 Indonesia kalah dari Korea Utara dalam drama adu penalti.

Atas prestasinya yang gemilang sebagai kiper PSMS, Ronny yang dijuluki 'Macan Tutul' mendapat penghargaan sebagai Warga Utama Kota Medan (1967) yang diberikan oleh Walikota Sjoerkani.

Kiprahnya di sepak bola nasional sebagai kiper andal sejak 1968 hingga pensiun pada 1985 dalam usia 38 tahun dianugerahi Piagam dan Medali Emas dari PSSI (1968), Atlet Terbaik Nasional (1972), dan Penjaga Gawang Terbaik Nasional (1974).

Selama berkarier sebagai kiper, banyak pengalaman yang sangat berkesan bagi Ronny. Di antaranya, tatkala tim asal Brasil, Santos, yang diperkuat pesepak bola legendaris seperti Pele, tur ke Asia termasuk Indonesia pada 24 Juni 1972.

Dalam laga Timnas Indonesia dan Santos itu Ronny berhasil menahan eksekusi penalti Pele, kendati Indonesia akhirnya kalah 2-3.
Demikian juga ketika mengawal gawang PSMS ketika melawan PSV Eindhoeven pada 1971 di Medan. Walau PSMS kalah 0-4 tetapi penampilan Ronny mengundang decak kagum pelatih dan bintang PSV kala itu seperti Guus Hiddink.

Penampilannya gemilang lainnya adalah ketika mengawal gawang Timnas dalam laga ujicoba dengan Benfica yang diperkuat Eusebio pada 1972 dan saat membawa Timnas Indonesia mengalahkan Timnas Uruguay yang dipersiapkan untuk Piala Dunia 1974 dengan skor 2-1.

Penampilan gemilangnya membuat para bintang Uruguay saat itu seperti Ladislao Mazurkiewicz, Pedro Rocha, dan Fernando Morena mati kutu.

Mencari Tukang Es Balok

Sederet pengalaman dan kiprah Ronny di persepakbolaan tanah air ternyata tidak membuatnya lupa terhadap seseorang yang hingga saat ini disebutnya Tukang Es Balok.

Seorang tukang es balok di Stadion Teladan Medan saat Ronny masih muda ikut berjasa di balik kisah suksesnya sebagai pemain sepak bola.

Kisah itu terjadi pada awal 60-an ketika Ronny Pasla yang waktu itu masih pelajar sangat ingin menonton PSMS di Stadion Teladan. Tapi saat itu ayahnya tidak bisa menemani dan uang sakunya tidak cukup untuk membeli tiket.

Untunglah, nasib baik menyertai dirinya ketika itu. Seorang tukang es balok meminta dirinya untuk ikut membantu mengangkat es balok (untuk kebutuhan pemain) ke dalam stadion dengan imbalan bisa menonton di dalam stadion. Beserta seorang pemuda, Ronny pun ikut membantu hingga bisa menonton tim idolanya di dalam stadion.

Menonton di Stadion Teladan ini jugalah yang membuat Ronny semakin termotivasi untuk bisa menjadi seorang pemain sepak bola.

Usai pertandingan Ronny mencari tukang es balok tersebut namun tidak terlihat lagi. Dan hingga menjadi kiper utama PSMS, Ronny terus berusaha mencarinya namun tak kunjung ketemu.

Niat Ronny Pasla adalah untuk mengucapkan terima kasih. Dan hingga kini Ronny Pasla terus berdoa untuk tukang es balok tersebut. Jika masih hidup semoga diberi keberkahan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan jika sudah wafat semoga ditempatkan Tuhan di sisi-Nya.

Ronny Pasla kemudian pindah ke Persija usai memperkuat Sumut di PON 1973 akibat mutasi tugas dari tempatnya bekerja. Dan pada era kompetisi Galatama Ronny Pasla memperkuat Indonesia Muda.

Keberhasilan Ronny Pasla inilah sepertinya yang kelak menjadi kisah kesuksesan kiper-kiper asal Medan dan PSMS menjadi kiper sukses di Timnas. Sebut saja Taufik Lubis, Jampi Huatauruk, Ponirin Meka, Eddy harto, Benny Van Breukelen, Donny Latuperissa, Sahari Gultom, hingga Markus Horison.

Kini Ronny Pasla lebih banyak mengisi hidupnya dengan melatih tenis di sekolah tenis miliknya di Jakarta. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA